Gerakan Literasi Kelas

Menumbuhkan Kemampuan Literasi: Sebuah Gerakan Literasi Kelas

Oleh Dra. Dian Apendiani,.M.Pd.

Gerakan literasi sekolah sudah digaungkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Walaupun gaungnya tidak seheboh isu  “one day school” yang baru kemudian diwacanakan oleh Bapak Muhadjir sebagai mentri yang baru, menggantikan Bapak Aniies Baswedan, tapi beberapa pemerhati menunjukkan kepedulian yang luar biasa terhadap program ini.

Gerakan literasi sekolah merupakan langkah yang signifikan dan dianggap sangat penting guna meningkatkan kemampuan literasi anak Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa kemampuan literasi anak Indonesia masih tergolong kurang. Data yang dilansir oleh Programme for International Student Assesment PISA menunjukkan bahwa anak Indonesia menempati urutan kedua terburuk dari 65 negara. Terkait dengan hal itu, data lain yang dikeluarkan oleh BPS menunjukkan bahwa anak Indonesia menghabiskan rata-rata 300 menit per hari.untuk menonton televisi. Jumlah ini dirasakan sangat tinggi apabila dibandingkan dengan anak-anak di negara yang tingkat literasinya lebih baik. Misalnya di Australia, anak-anak menghabiskan rata-rata 150 menit menonton televisi. Sedangkan di Amerika 100 menit, dan di Kanada 60 menit per hari.. Ini belum ditambah dengan waktu anak-anak Indonesia dalam penggunaan gadget. Tentu akan semakin membuat kita miris.  Budaya literasi anak Indonesia berada dalam kondisi kritis.

Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin Littera atau huruf. Pengertian literasi melibatkan penguasaan sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Namun demikian, literasi terutama berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Pengertian literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Namun, sesungguhnya pengertian literasi sangat luas, mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Dengan begitu, literasi juga berarti praktek dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya. Kemampuan literasi seperti ini disebut sebagai literasi informasi [Deklarasi Praha-UNESCO, 2003]. Komponen literasi informasi, menurut Clay [2001] terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual.

Literasi dini yaitu kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang terbentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Literasi dasar yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung yang berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan dan mempersepsikan informasi. Literasi perpustakaan memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi, memahami penggunaan katalog dan segala hal yang berkaitan dengan pemanfaatan referensi. Literasi media yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda dan memahami serta dapat memanfaatkannya dengan baik. Literasi teknologi yaitu kemampuan memahami dan memanfaatkan teknologi komputer guna mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat. Literasi visual adalah kemampuan memahami dan memanfaatkan literasi media dan literasi teknologi secara kritis dan bermartabat.

Gerakan literasi sekolah yang digaungkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan suatu usaha yang membutuhkan partisipasi seluruh warga sekolah, baik guru beserta pimpinan sekolah, maupun siswa dan orang tua. Gerakan literasi sekolah bertujuan untuk menumbuhkan budaya belajar sepanjang hayat. Dengan menjadi pembelajar sepanjang hayat, diharapkan siswa dapat lebih menumbuhkan budi perkerti dan karakter yang baik.

Dalam prakteknya, Gerakan Literasi Sekolah dimulai dari Gerakan Literasi Kelas karena di kelaslah gerakan ini dimulai. Gerakan Literasi Kelas merupakan kegiatan berupa pembiasaan membaca, menulis atau kegiatan lain yang dapat mendorong penumbuhan kemampuan literasi siswa. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran inti dimulai. Dapat berupa kegiatan guru membacakan buku, siswa membaca nyaring di depan kelas, atau berupa membaca dalam hati. Kegiatan ini diikuti dengan tagihan yang disesuaikan dengan konteks. Tagihan dapat berupa menceritakan kembali isi buku, berupa laporan, resensi buku, atau diskusi buku. Gerakan Literasi Kelas diharapkan dapat menumbuhkan dan memupuk sikap gemar membaca. Kegiatan literasi kelas bisa berupa perpaduan pengembangan kegiatan reseptif [membaca buku atau mendengarkan pembacaan buku] dan produktif [menuliskan kembali isi buku atau diskusi buku]

Pertanyaannya kemudian adalah mengenai ketersediaan buku di sekolah. Belum semua sekolah dapat menyediakan buku-buku yang diminati siswa. Buku-buku di perpustakaan sekolah nampaknya bukan hanya jumlahnya kurang memadai tapi juga belum dapat memenuhi minat siswa untuk membaca.  Hambatan lain juga adalah apabila lebih dari satu kelas melaksanakan pembelajaran yang mengharuskan siswa membaca 15 menit di awal pembelajaran, maka perpustakaan sekolah tidak akan bisa menampung seluruh siswa untuk membaca.

Solusi untuk masalah tersebut yang juga sudah dilakukan oleh penulis adalah dengan partisipasi aktif siswa dalam pembentukan perpustakaan kelas. Setiap siswa wajib membawa buku yang mereka sukai [bukan buku pelajaran] dan disimpan di kelas. Dengan langkah seperti itu akan terdapat buku sejumlah siswa di kelas masing-masing. Kalau siswa satu kelas 35 orang, maka akan terdapat 35 buku di kelas. Akhirnya, ini akan menciptakan perpustakaan kelas.

Perpustakaan kelas merupakan salah satu upaya dalam menciptakan lingkungan sekolah ramah literasi. Beers dkk. [2009] dalam buku A Principal’s Guide to Literacy menyatakan bahwa salah satu strategi untuk menumbukan kemampuan literasi adalah terciptanya lingkungan fisik ramah literasi. Lingkungan fisik yang ramah literasi  diantaranya dapat terwujud dari terbentuknya perpustakaan kelas. Maka Gerakan Literasi Kelas merupakan langkah awal menumbukan kemampuan literasi siswa. Gerakan ini diharapkan dapat berkembang terus yang pada akhirnya dapat menyemai benih manusia yang cerdas,  mermartabat dan berbudi pekerti.